KETIKA KPK MELAMPAUI BATAS: ANALISIS KRIMINALISASI PROFESI ADVOKAT DAN IMPLIKASINYA TERHADAP INTEGRASI BANGSA

Pendahuluan

Pandangan hukum ini disusun sebagai bentuk sikap tegas atas tindakan KPK yang telah melampaui batas kewenangannya dengan menggeledah kantor advokat, menyerang kehormatan dan kemandirian profesi advokat, serta menciptakan preseden buruk yang mengancam sendi-sendi negara hukum. Kami menilai tindakan KPK ini bukan lagi sekadar penegakan hukum, tetapi telah berubah menjadi upaya sistematis untuk mendiskreditkan dan mengkriminalisasi profesi advokat di republik ini.


I. DASAR YURIDIS

Bahwa profesi advokat di Indonesia secara tegas diatur dan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang secara eksplisit dalam Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa advokat dalam menjalankan profesinya bebas dan mandiri untuk membela kepentingan hukum kliennya tanpa intervensi dari pihak mana pun.

Lebih lanjut, Pasal 16 UU Advokat memberikan jaminan hukum bahwa advokat tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik. Jaminan ini merupakan privilege profesi advokat sebagai bagian dari sistem peradilan guna menjamin right to legal counsel bagi setiap warga negara, termasuk mereka yang sedang tersandung perkara hukum terberat sekalipun.

Bahwa secara yuridis, tidak ada satu pun ketentuan hukum yang mewajibkan advokat untuk menelusuri atau bahkan menginvestigasi sumber dana pembayaran jasa hukum yang diberikan oleh kliennya. Jika logika KPK ini diterapkan, maka akan terjadi kekacauan sistemik dan preseden buruk di mana seluruh profesi jasa, termasuk pengacara, notaris, bahkan pegawai negeri sekalipun harus dituntut menggali asal muasal sumber penghasilan mereka secara excessive yang tentu akan melumpuhkan sistem sosial dan pemerintahan itu sendiri.

II. PERSPEKTIF FILOSOFIS DAN ETIKA PROFESI

Bahwa prinsip mendasar dalam profesi advokat adalah memberikan layanan hukum tanpa diskriminasi serta menjamin hak setiap warga negara atas pembelaan yang setara di mata hukum (equality before the law). Dalam konteks ini, memaksa seorang advokat untuk menyelidiki asal-usul pembayaran klien adalah bentuk pelecehan terhadap mandat konstitusional profesi advokat.

Secara filosofis, pembelaan hukum adalah pilar penting dalam peradaban hukum yang adil dan beradab. Negara mana pun yang menginjak-injak privilege dan kemandirian profesi advokat, adalah negara yang sedang menapaki jalan menuju negara otoriter yang tidak menghormati hak asasi manusia dan nilai keadilan.

III. DIMENSI SOSIO-KULTURAL DAN AGAMA

Bahwa Indonesia adalah bangsa yang berdiri di atas keragaman kultur, agama, dan keyakinan. Negara ini hidup dari berbagai jenis penerimaan negara yang bersumber dari pajak-pajak, termasuk pajak dari minuman keras, perjudian, hiburan malam, pajak hotel tempat perzinahan, hingga industri babi yang jelas tidak semua halal menurut agama mayoritas. Namun sistem negara tidak pernah membedakan halal-haram, suci-haram dalam menarik pajak.

Pertanyaannya kemudian, apakah setiap pegawai negeri, tentara, polisi, hakim, jaksa, hingga KPK sendiri pernah mempertanyakan apakah gaji yang mereka terima murni berasal dari sumber yang halal? Tentu tidak. Jika prinsip penelusuran sumber uang ini diterapkan secara membabi-buta, maka semua profesi di republik ini harus dikriminalisasi.

IV. KERUSAKAN INSTITUSIONAL AKIBAT PENYALAHGUNAAN WEWENANG KPK

Bahwa tindakan KPK yang menggeledah kantor pengacara dengan alasan dugaan pembayaran jasa hukum dari hasil korupsi, adalah bentuk abuse of power dan penyalahgunaan wewenang yang sangat membahayakan masa depan penegakan hukum di Indonesia. KPK telah melangkahi batas etik, hukum, dan norma dasar peradaban dengan mengobok-obok sendi fair trial dan merusak prinsip equality of arms dalam peradilan.

KPK telah menempatkan profesi advokat sebagai musuh negara, seolah-olah advokat yang membela tersangka adalah bagian dari kejahatan itu sendiri. Ini adalah pembelahan bangsa secara sistematis yang dilakukan oleh lembaga yang seharusnya menjadi benteng keadilan.

V. PANDANGAN

Dengan ini disampaikan bahwa kami memandang tindakan KPK tersebut sangat berlebihan, melampaui batas kewenangan, dan merupakan bentuk kriminalisasi terhadap profesi advokat yang merupakan pilar keempat penegakan hukum. Jika tindakan semacam ini dibiarkan, maka ke depan tidak akan ada lagi warga negara yang berani meminta pendampingan hukum, karena setiap advokat terancam diperlakukan sebagai pelaku kejahatan hanya karena membela kliennya.

KPK telah gagal memahami fungsi dan posisi strategis advokat dalam sistem peradilan. Mereka mendiskreditkan profesi advokat secara terang-terangan dan menciptakan ketakutan dalam masyarakat hukum. Ini adalah pengkhianatan terhadap cita-cita reformasi dan prinsip negara hukum.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sengketa Perdata Disulap Jadi Tipikor: Analisis Penyalahgunaan Kewenangan dalam Penegakan Hukum

Kewenangan Presiden dan DPR dalam Pembentukan Undang-Undang di Indonesia: Perspektif Hukum Tata Negara

Opini "Sertifikat Laut, Terobosan Tanpa Tepi"